Tanpa mempedulikan cuaca sore itu, aku dan ayahku melesat ke daerah jalan Peta, masih di kota Bandung. Aku mendengarkan musik menggunakan headset sepanjang jalan. Namun tidak benar-benar aku dengarkan. Yaa, bisa dibilang hanya menjadi backsound karena sepanjang jalan ayahku mengajakku berbicara.
Sampai akhirnya saat terhenti di perempatan, hujan mulai turun. Rintik demi rintik. Kecil, namun terasa.
Akhirnya ayahku memarkirkan motor di pinggir jalan dengan maksud hendak menggunakan jas hujan. Namun belum sempat jas hujannya dibuka, hujan semakin deras, deras, dan terus menderas.
Ayahku pun mengajakku untuk berteduh di depan sebuah kios. Di sana sudah ada dua laki-laki yang sedang berteduh juga. Tak lama kemudian, hujan pun bertambah dengan angin yang sangat kencang.
Dingin? Ya. Sangat dingin. Terlebih aku memang membenci dingin. Secara harfiah, maupun kiasan.
Tapi syukurlah, Allah masih mengingatkanku untuk menggunakan jaket dari rumah. Jaket merah kebangaanku.
Di tengah derasnya hujan, aku merenung. Entahlah, mungkin Allah memang sengaja membuatku merenungkan hal ini.
Hujan ini, sangat deras, dingin, dan mungkin menyebalkan. Hujan ini menghalangi langkahku menuju tempat tujuanku. Hujan ini membuatku harus terdiam. Tapi hujan ini lah yang pada akhirnya membuatku bersyukur. Sangat bersyukur.
Bersyukur, karena...